Faktor
– faktor penyebab konflik antar kelompok sosial
Faktor – penyebab terjadinya konflik
antar kelompok sosial antara lain sebagai berikut :
- Adanya perbedaan antar kelompok sosial, baik secara fisik maupun mental, atau perbedaan kemampuan, pendirian, dan perasaan sehingga menimbulkan pertikaian atau bentrokan di antara mereka.
- Perbedaan pola kebudayaan seperti prbedaan adat istiadat, suku bangsa, agama, paham politik, pandangan hidup, dan budaya darah sehingga mendorong timbulnya persaingan dan pertentangan, bahkan bentrokan di antara anggota kelompok sosial tersebut.
- Perbedaan mayoritas dan minoritas yang dapat menimbulkan kesenjangan sosian di antara kelompok sosial tersebut. Misalnya antara etnis Cina (minoritas) dan etnis pribumi (mayoritas).
- Perbedaan kepentingan antar kelompok sosial, seperti perbedaan kepentingan politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, dan sejenisnya merupakan faktor penyebab timbulnya konflik.
- Perbedaan individu. Perbedaan kepribadian antar individu bisa menjadi faktor penyebab terjadinya konflik, biasanya perbedaan individu yang menjadi sumber konflik adalah perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah individu yang unik, artinya setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbedabeda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
- Perbedaan latar belakang kebudayaan. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat menghasilkan konflik.
- Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan.
- Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri.
Selain dari tujuh factor penyebab konflik
seperti yang di atas, ada juga beberapa factor penyebab terjadinya konflik
antar kelompok social, yang antara lain adalah sebagai berikut :
Faktor – faktor penyebab terjadinya
konflik antar kelompok sosial antara lain adalah sebagai berikut
- Konflik antar kelompok sosial
Dalam masyarakat Indonesia, ada
beberapa kelompok yang menganut agama yang berbeda – beda. Ada yang memeluk
agama islam, Kristen, Hindu, dan Budha. Adanya perbedaan agama ini akan membawa
perbedaan dalam kehidupan sehari – hari. Misalnya, cara peribadatan, acara
perkawinan, dan penerapan hukum warisan.
Adanya perbedaan- perbedaan
tersebut, jika dijadikan masalah akan menimbulkan konflik antara pemeluk agama
yang satudengan yang lain. Konflik yang terjadi dapat dalam skala kecil, besar,
lama, atau hanya sebentar. Konflik tersebut sangat dipengaruhi oleh situasi dan
kondisi masing – masing . Biasanya aspek SARA (suku, agama, ras, dan
antargolongan) merupakan aspek yang sangat peka dalam kehidupan bermasyarakat.
Misalnya, konflikdi Poso dan Ambon yang melibatkan dua penganut agama yang
berbeda.
- Konflik antar kelompok suku bangsa
Dalam kehidupan masyrakat
multikultural seperti indonesia, antara kelompok suku bangsa yang satu dan suku
bangsa yang lain terdapat perbedaan- perbedaan yang khas. Perbedaan – perbedaan
tersebut mencakup hal – hal sebagai berikut :
1. Perbedaan
tata susuanan dan kekerabatan, misalnya patrilineal, matrilineal, dan parental.
2. Perbedaan
seni bangunan rumah, peralatan kerja, dan pakaian-pakaian adat.
3. Perbedaan
kesenian daerah, misalnya tarian, musik, seni lukis, dan seni pahat.
4. Perbedaan
adat istiadat dalam perkawinan, upacara ritual, dan hukum adat.
5. Perbedaan
bahasa daerah, misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura, Bali, Batak, Papua, Makassar,
dan Minangkabau
Perbedaan tersebut di atas, sering
kali dapat menjadi pemicu timbulnya konflik antar kelompok suku bangsa.
Perbedaan ini disebabkan oleh
faktor-faktor antara lain sebagai berikut :
1. Hukum
adat dan garis kekerabatan yang berbeda.
Adanya sitem kekerabatanmatrilineal,
parilineal, dan parental dalam kelompok-kelompok suku bangsa, memiliki pengaruh
yang luas dalam hal tata cara perkawinan, hak menggunakan marga, hak mengatur
ekonomi rumah tangga, dan warisan.
2. Latar
belakang sejarah yang berbeda
Akibat latar belakang sejarah yang
berbeda akan menghasilkan keadaan sosial budaya yang tidak sama. Misal, dalam
kelompok masyarakat Bali dengan latar belakang sejarah kerajaan Hindu yang
kuat, sementara kelompok masyarakat Demak, Surakarta, dan Yogyakarta memiliki
latar belakang sejarah Islam yang kuat. Adanya perbedaan ini berpengaruh pada
tata upacara ritual, adat perkawinan, gamelan, pakaian adat, dan tarian.
3. Wilayah
Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau
Penduduk yang terdapat di daerah
terpencil jarang melakukan kontak dengan daerah lain sehingga memiliki sifat
dan karya seni budaya yang spesifik dan unik. Misalnya, suku Asmat dan suku
Laut.
4. Kebudayaan
geografis yang tidak sama
Keadaan letak geografis yang
strategis akan mempengaruhi corak ragam penduduk dan kebudayaan yang lebih
kopleks jika dibandingkan dengan kelompok masyarakat yang letaknya tidak
strategis. Mislanya, perbedaan masyarakat kota dengan masyarakat desa.
c. Konflik
antar kelompok Ras (Rasial)
Tiap – tiap kelompok ras pasti
menyadari perbedaan-perbedaan dalam kelompoknya, misalnya tabiat, tingkah laku,
etika pergaulan, dan ciri – ciri fisik (warna kulit, warna mata,warna dan
bentuk rambut, serta bentuk hidung). Adanya perbedaan tersebut menyebabkan
antara kelompok ras satu dan kelompok ras yang lainnya terjadi pertenatangan.
Misalnya, ras kulit hitam dengan ras kulit putih yang menimbulkan politik
apartheid yang merendahkan martabat orang kulit hitam.
Sumber
Konflik Sosial
Konflik yang terjadi pada manusia bersumber pada berbagai
macam sebab. Begitu beragamnya sumber konflik yang terjadi antar manusia,
sehingga sulit itu untuk dideskripsikan secara jelas dan terperinci sumber dari
konflik. Hal ini dikarenakan sesuatu yang seharusnya bisa menjadi sumber
konflik, tetapi pada kelompok manusia tertentu ternyata tidak menjadi sumber
konflik, demikian halnya sebaliknya. suatu konflik dapat terjadi karena
perbendaan pendapat, salah paham, ada pihak yang dirugikan, dan perasaan
sensitif.
- Perbedaan pendapat
Suatu konflik yang terjadi karena
pebedaan pendapat dimana masing-masing pihak merasa dirinya benar, tidak ada
yang mau mengakui kesalahan, dan apabila perbedaan pendapat tersebut amat tajam
maka dapat menimbulkan rasa kurang enak, ketegangan dan sebagainya.
- Salah paham
Salah paham merupakan salah satu hal
yang dapat menimbulkan konflik. Misalnya tindakan dari seseorang yang tujuan
sebenarnya baik tetapi diterima sebaliknya oleh individu yang lain.
- Ada pihak yang dirugikan
Tindakan salah satu pihak mungkin
dianggap merugikan yang lain atau masing-masing pihak merasa dirugikan pihak
lain sehingga seseorang yang dirugikan merasa kurang enak, kurang senang atau
bahkan membenci.
- Perasaan sensitive
Seseorang yang terlalu perasa
sehingga sering menyalah artikan tindakan orang lain.
Kadang sesuatu yang sifatnya sepele
bisa menjadi sumber konflik antara manusia. Konflik dilatar belakangi oleh
perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan
dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan
situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang
tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat
lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu
sendiri. Kesimpulannya sumber konflik itu sangat beragam dan kadang sifatnya
tidak rasional. Oleh karena kita tidak bisa menetapkan secara tegas bahwa yang
menjadi sumber konflik adalah sesuatu hal tertentu, apalagi hanya didasarkan
pada hal-hal yang sifatnya rasional. Pada umumnya penyebab munculnya konflik
kepentingan sebagai berikut:
1. Perbedaan
kebutuhan, nilai, dan tujuan.
2. Langkanya
sumber daya seperti kekuatan, pengaruh, ruang, waktu, uang, popularitas dan
posisi, dan
3. Persaingan.
Bentuk
Konflik Sosial
Sasse (1981) mengajukan istilah yang
bersinonim maknanya dengan nama conflict style, yaitu cara orang bersikap
ketika menghadapi pertentangan. Conflict style ini memiliki kaitan dengan
kepribadian. Maka orang yang berbeda akan menggunakan conflict style yang
berbeda pada saat mengalami konflik dengan orang lain. Sedangkan Rubin (dalam
Farida, 1996) menyatakan bahwa konflik timbul dalam berbagai situasi sosial,
baik terjadi dalam diri seseorang individu, antar individu, kelompok,
organisasi maupun antar negara. Ada banyak kemungkinan menghadapi konflik yang
dikenal dengan istilah manajemen konflik. Konflik yang terjadi pada manusia ada
berbagai macam ragamnya, bentuknya, dan jenisnya. Soetopo (1999)
mengklasifikasikan jenis konflik, dipandang dari segi materinya menjadi empat,
yaitu:
1. Konflik
tujuan
Konflik tujuan terjadi jika ada dua
tujuan atau yang kompetitif bahkan yang kontradiktif.
2. Konflik
peranan
Konflik peranan timbul karena
manusia memiliki lebih dari satu peranan dan tiap peranan tidak selalu memiliki
kepentingan yang sama.
3. Konflik
nilai
Konflik nilai dapat muncul karena
pada dasarnya nilai yang dimiliki setiap individu dalam organisasi tidak sama,
sehingga konflik dapat terjadi antar individu, individu dengan kelompok,
kelompok dengan organisasi.
4. Konflik
kebijakan
Konflik kebijakan dapat terjadi
karena ada ketidaksetujuan individu atau kelompok terhadap perbedaan kebijakan
yang dikemuka- kan oleh satu pihak dan kebijakan lainnya.
Proses
Konflik
Karakter pribadi yang mencakup
sistem nilai individual tiap orang dan karakteristik kepribadian, serta
perbedaan individual bisa menjadi titik awal dari konflik. Kognisi dan
personalisasi adalah persepsi dari salah satu pihak atau masing-masing pihak
terhadap konflik yang sedang dihadapi. Kesadaran oleh satu pihak atau lebih
akan eksistensi kondisi-kondisi yang menciptakan kesempatan untuk timbulnya
konflik. Bilamana hal ini terjadi dan berlanjut pada tingkan terasakan, yaitu
pelibatan emosional dalam suatu konflik yang akan menciptakan kecemasan,
ketegangan, frustasi dan pemusuhan. Maksud adalah keputusan untuk bertindak
dalam suatu cara tertentu dari pihak-pihak yang berkonflik. Maksud dari pihak
yang berkonflik ini akan tercermin atau terwujud dalam perilaku, walaupun tidak
selalu konsisten.
Menurut Robbins (1996) proses
konflik terdiri dari lima tahap, yaitu:
1. Oposisi atau ketidakcocokan
potensial.
2. Kognisi dan personalisasi.
3. Maksud.
4. Perilaku
5. Hasil.
Oposisi atau ketidakcocokan
potensial adalah adanya kondisi yang mencipta-kan kesempatan untuk munculnya
koinflik. Kondisi ini tidak perlu langsung mengarah ke konflik, tetapi salah
satu kondisi itu perlu jika konflik itu harus muncul. Kondisi tersebut
dikelompokkan dalam kategori: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.
Komunikasi yang buruk merupakan alasan utama dari konflik, selain itu
masalah-masalah dalam proses komunikasi berperan dalam menghalangi kolaborasi
dan merangsang kesalahpahaman. Struktur juga bisa menjadi titik awal dari
konflik. Maksud dalam penanganan suatu konflik ada lima, yaitu:
1. Bersaing,
tegas dan tidak kooperatif, yaitu suatu hasrat untuk memuaskan kepentingan
seseorang atau diri sendiri, tidak peduli dampaknya terhadap pihak lain dalam
suatu episode konflik.
2. Berkolaborasi,
bila pihak-pihak yang berkonflik masing-masing berhasrat untuk memenuhi
sepenuhnya kepentingan dari semua pihak, kooperatif dan pencaharian hasil yang
bermanfaat bagi semua pihak.
3. Mengindar,
bilamana salah satu dari pihak-pihak yang berkonflik mempunyai hasrat untuk
menarik diri, mengabaikan dari atau menekan suatu konflik.
4. Mengakomodasi,
bila satu pihak berusaha untuk memuaskan seorang lawan, atau kesediaan dari
salah satu pihak dalam suatu konflik untuk menaruh kepentingan lawannya diatas
kepentingannya.
5. Berkompromi,
adalah suatu situasi di mana masing-masing pihak dalam suatu konflik bersedia
untuk melepaskan atau mengurangi tuntutannya masing-masing.
Perilaku mencakup pernyataan,
tindakan, dan reaksi yang dibuat an untuk menghancurkan pihak lain, serangan
fisik yang agresif, ancaman dan ultimatun, serangan verbal yang tegas,
pertanyaan atau tantangan terang-terangan terhadap pihak lain, dan
ketidaksepakatan atau salah paham kecil. Hasil adalah jalinan aksi-reaksi
antara pihak-pihak yang berkonflik dan menghasilkan konsekuensi. Hasil bisa
fungsional dalam arti konflik menghasilkan suatu perbaikan kinerja kelompok,
atau disfungsional dalam arti merintangi kinerja kelompok.oleh pihak-pihak yang
berkonflik
Banyak konflik yang tidak terselesaikan karena
masing-masing pihak tidak memahami sifat saling ketergantungan. Selama ini
konflik sering dihubungkan dengan agresi. Broadman & Horowitz
menyatakan bahwa konflik dan agresi merupakan dua hal yang berbeda. Konflik
tidak selalu menghasilkan kerugian, tetapi juga membawa dampak yang konstruktif
bagi pihak-pihak yang terlibat, sedangkan agresi hanya membawa dampak-dampak
yang merugikan bagi individu.
Pengendalian
Konflik
Pengendalian konflik dapat
dilakukan melalui tiga cara, yaitu dengan konsiliasi (conciliation), mediasi
(mediation), dan perwasitan (arbitration). Konflik bertentangan dengan
integrasi. Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat.
Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang
tidak sempurna dapat menciptakan konflik. Pengendalian konflik dengan cara
konsiliasi, terwujud melalui lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan
tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan di antara pihak-pihak yang
berkonflik. Lembaga yang dimaksud diharapkan berfungsi secara efektif, yang
sedikitnya memenuhi empat hal:
1. Harus
mampu mengambil keputusan secara otonom, tanpa campur tangan dari badan-badan
lain.
2. Lembaga
harus bersifat monopolistis, dalam arti hanya lembaga itulah yang berfungsi
demikian
3. Lembaga
harus mampu mengikat kepentingan bagi pihak-pihak yang berkonflik.
4. Lembaga
tersebut harus bersifat demokratis.
Tanpa keempat hal tersebut, konflik
yang terjadi di antara beberapa kekuatan sosial, akan muncul ke bawah
permukaan, yang pada saatnya akan meledak kembali dalam bentuk kekerasan.
Pengendalian dengan cara mediasi, dengan maksud bahwa pihak-pihak yang
berkonflik bersepakat untuk menunjuk pihak ketiga yang akan memberikan nasihat-nasihat,
berkaitan dengan penyelesaian terbaik terhadap konflik yang mereka alami.
Pengendalian konflik dengan cara perwasitan, dimaksudkan bahwa pihak-pihak yang
berkonflik bersepakat untuk menerima pihak ketiga, yang akan berperan untuk
memberikan keputusan-keputusan, dalam rangka menyelesaikan yang ada. Berbeda
dengan mediasi, cara perwasitan mengharuskan pihak-pihak yang berkonflik untuk
menerima keputusan yang diambil oleh pihak wasit.
Pola
Penyelesaian Konflik
Konflik yang berkepanjangan selalu menyisakan
ironi dan tragedi. Kekerasan yang terjadi dalam rentang waktu lama
menjadikannya sebagai perilaku yang seolah wajar dan bahkan
terinstitusionalisasi. Akibatnya lingkaran setan kekerasan menjadimata rantai
yang semakin sulit untuk diputuskan. Karena perasaan masing-masing pihak adalah
victim (korban) memicu dendam yang jika ada kesempatan akan dibalaskan melalui
jalan kekerasan pula. Belum lagi kerusakan dan kerugian materiil yang harus di
tanggung, sungguh tak terperikan lagi. Dampak konflik lainnya adalah
mengundang turun tangan keluarga dan sanak saudaradari kepulauan, kecamatan,
kabupaten, propinsi hingga ibu kota negara datang membantu keluarganya secara
ekonomi, tenaga, ikut berperang dll. Di sudut agama terpanggil rasa solidaritas
se-agama dari pelbagai organisasi sosial keagamaan dari pelbagai penjuru tanah
air hingga dari luar negeri.
Pada masyarakat multikultular, suatu
konflik bisa diatasi dengan cara – cara seperti berikut :
1. Sikap
tidak diskriminatif
Diskrimatif adalah perbedaan perlakuan
terhadap sesama warga negara. Berdasarkan pengertian tersebut, maka
diskriminatif adalah yaitu sikap tidak membedakan perlakuan terhadap semua
warga negara, seperti tidak memandang warga negara asli atau bukan asli,
pribumi atau nonpribumi. Dengan tidak membedakan antara kelompok sosial
tersebut, maka negara harus memberikan ruang gerak yang sama untuk kelangsungan
hidup kelompok – kelompok tersebut. Masing – masinf kelompok sosial mendapat
jaminan hukum yang pasti.
2. Rasional
Rasional berarti pikiran sehat,
cocok dengan akal, patut, dan layak. Utnuk menghindari konflik, antara kelompok
sosial yang beraneka ragam, perlu dikembangkan sikap yang masuk akal. Jangan
menggunakan emosi atau perasaan semata. Perbuatan yang tidak menggunakan akal
yang jernih dan sehat serta pemikiran yang tidak matang akan mengakibatkan
kerugian yang luar biasa. Oleh karena itu, dalam kehidupan masyarakat
multikultural selalu dituntut untuk menyadari keanekaragaman yang dimiliki,
sehingga jika akan melakukan sesuatu perlu dipertimbangkan secara rasional.
3. Persaingan
yang sehat
Dalam masyarakat multikultural,
adanya keanekaragaman kelompok sosial pasti selalu muncul persaingan, baik yang
bersifat positif maupun yang negatif. Untuk itu, perlu diciptakan kondisi persaingan
yang positif dan sehat. Dengan adanya persaingan positif tersebut, kelompok
yang satu akan belajar dari kelompok yang lain dan akan timbul sikap saling
menghormati antar kelompok.
4. Dialogis
Untuk mengatasi konflik antar
kelompok soial di dalam masyarakat multikultural, diperlukan pendekatan antara
kelompok yang satu dan kelompok yang lain dengan cara dialog, sehingga
perbedaan yang ada bisa saling dimengerti dan dihormati. Perlu disadari,
bahwa di dalam keanekaragaman kelompok sosial terdapat pula keanekaragaman
kepentingan. Adanya keanekaragaman kepentingan perlu dibicarakan bersama antar
kelompok satu dengan kelompok yang lain sehingga akan tercapai kesepakatan yang
menggantungkan kedua belah pihak.
Ada juga beberapa cara
untuk memecahkan konflik yang terjadi, yaitu :
1. Pemecahan
masalah dengan cara pertemuan tatap muka dari pihak – pihak yang berkonflik
dengan maksud mengidentifikasi masalah dan memecahkannya dengan cara terbuka.
2. Menciptakan
suatu tujuan bersama yang tidak dapat dicapai tanpa kerjasama dari masing
– masing pihak yang berkonflik.
3. Dengan
cara penghindaran atau berusaha untuk menarik diri konflik misalnyan mengurangi
kesempatan untuk bertemu.
4. Berusaha
untuk mengecilkan arti perbedaan sementara menekankan kepentingan bersama
antara pihak – pihak yang berkonflik.
5. Melakukan
tindakan kompromi dengan cara tiap pihak yang berkonflik melepaskan atau
mengorbankan sesuatu yang berharga.
6. Mengubah
variabel atau menggunakan teknik pengubahan perilaku manusia misalnya pelatihan
hubungan manusia untuk mengubah sikap dan perilaku yang menyebabkan konflik.
Pola penyelesaian konflik bila
dipandang dari sudut menang-kalah pada masing-masing pihak, maka ada
empat bentuk pengelolaan konflik,
yaitu :
1. Bentuk
kalah-kalah (menghindari konflik)
Bentuk pertama ini menjelaskan cara
mengatasi konflik dengan menghindari konflik dan mengabaikan masalah yang
timbul. Atau bisa berarti bahwa kedua belah pihak tidak sepakat untuk
menyelesaikan konflik atau menemukan kesepakatan untuk mengatasi konflik
tersebut.
2. Bentuk
menang-kalah (persaingan)
Bentuk ini memastikan bahwa satu
pihak memenangkan konflik dari pihak lain. Biasanya kekuasaan atau pengaruh
digunakan untuk memastikan bahwa dalam konflik tersebut individu tersebut yang
keluar sebagai pemenangnya. Gaya penyelesaian konflik seperti ini sangat tidak
mengenakkan bagi pihak yang merasa terpaksa harus berada dalam posisi kalah.
3. Bentuk
kalah-menang (mengakomodasi)
individu yang kalah dan pihak lain
menang ini berarti individu berada dalam posisi mengalah atau mengakomodasi
kepentingan pihak lain. Gaya ini digunakan untuk menghindari kesulitan atau
masalah yang lebih besar. Gaya ini juga merupakan upaya untuk mengurangi
tingkat ketegangan akibat dari konflik tersebut atau menciptakan perdamaian
yang diinginkan.
4. Bentuk
menang-menang (kolaborasi)
Bentuk seperti ini disebut dengan
gaya pengelolaan konflik kolaborasi atau bekerja sama. Tujuannya adalah
mengatasi konflik dengan menciptakan penyelesaian melalui konsensus atau
kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang bertikai.
Dengan adanya sebuah konflik juga
bisa menghasilkan suatu perubahan pada masyarakat yang terkadang juga membawa
dampak positif namun juga banyak yang menghasilkan sesuatu yang bersifat
negatif.
Antara lain hasil yang didapatkan
dari adanya suatu konflik adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan solidaritas sesama
anggota kelompok (in-group) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
2. Keretakan
hubungan antar kelompokyang bertikai.
3. Perubahan
kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga
dan lain-lain.
4. Kerusakan
harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
5. Dominasi
bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik. Pengelolaan
konflik merupakan cara yang digunakan individu dalam mengontrol, mengarahkan,
dan menyelesaikan konflik, dalam hal ini adalah konflik interpersonal.
Ada juga strategi yang dipandang
lebih efektif dalam pengelolaan konflik yaitu:
- Koesistensi damai, yaitu mengendalikan konflik dengan cara tidak saling mengganggu dan saling merugikan, dengan menetapkan peraturan yang mengacu pada perdamaian serta diterapkan secara ketat dan konsekuen.
- Dengan mediasi (perantaraan). Jika penyelesaian konflik menemui jalan buntu, masing-masing pihak bisa menunjuk pihak ketiga untuk menjadi perantara yang berperan secara jujur dan adil serta tidak memihak.
0 komentar:
Posting Komentar