A. MANUSIA SEBAGAI
MAKLUK INDIVIDU
Pengertian manusia sebagai makhluk individu mengarah kepada
karakteristik khas yang dimiliki manusia sebagai makhluk hidup yang membedakan
dirinya dengan makhluk hidup yang lain, serta dengan manusia yang lain.
Karakter khas yang dimiliki setiap manusia, dan berbeda dengan manusia yang
lain ini meiliputi fisik, kepribadian, yaitu sifat khas yang dimiliki
seseorang, sifat, sikap, temperamen, watak (karakter), tipe, dan minat. Dalam
hal tertentu, setiap manusia adalah sama seperti semua manusia yang lain, sama
seperti beberapa manusia lain dan berbeda dengan manusia lain.
Kharakteristik khas ini dimiliki oleh setiap manusia, tetapi
tiap manusia memiliki kekhasan yang berbeda. Misalnya saja, setiap manusia
membutuhkan makanan, tetapi tidak setiap manusia memerlukan nasi untuk memenuhi
kebutuhan makanannya, karena ada manusia makanannya dari roti, sagu, dan
jagung, bahkan dari umbi-umbian. Demikian halnya dengan jumlahnya. Coba
perhatikan teman-teman kita, apakah ada perbedaan banyaknya makan? Inilah yang
menyebabkan manusia itu dikategorikan sebagai makluk individu. Sebagai makhluk
individu,
manusia mempunyai keinginan, kebutuhan, kebiasaan, cita-cita yang
berbeda antara satu dengan yang lainnya, walaupun mereka saudara kandung,
bertempat tinggal di lokasi yang sama, dan tidur atau sekolah di tempat yang
sama.
Oleh karena itu, mereka mempunyai kebiasaan, keinginan,
kebutuhan, serta sikap dan perilaku yang berbeda dengan kita dalam suatu hal,
tetapi sama dalam hal yang lain.
B. MANUSIA SEBAGAI
MAKLUK SOSIAL
Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan
untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia yang lain, selanjutnya
interaksi ini berbentuk kelompok. Kemampuan dan kebiasaan manusia berkelompok
ini disebut juga dengan zoon politicon.
Istilah manusia sebagi zoon politicon pertama
kali dikemukakan oleh Aristoteles yang artinya manusia sebagai binatang
politik. Manusia sebagai insan politik atau dalam istilah yang lebih populer
manusia sebagi zoon politicon,mengandung makna bahwa manusia memiliki
kemampuan untuk hidup berkelompok dengan manusia yang lain dalam suatu
organisasi yang teratur, sistematis dan memiliki tujuan yang jelas, seperti
negara. Sebagai insan politik, manusia memiliki nilai-nilai yang bisa
dikembangkan untuk mempertahankan komunitasnya. Argumen yang mendasari
pernyataan ini adalah bahwa manusia sebagaimana binatang, hidupnya suka
mengelompok. Hanya sifat mengelompok antara manusia dan binatang berbeda, hewan
mengandalkan naluri, sedangkan manusia berkelompok dilakukan melalui proses
belajar dengan menggunakan akal pikirannya. Sifat berkelompok pada manusia
didasari pada kepemilikan kemampuan untuk berkomunikasi, mengungkapkan rasa dan
kemampuan untuk saling bekerjasama. Selain itu juga adanya kepemilikan nilai
pada manusia untuk hidup bersama dalam kelompok, antara lain: nilai kesatuan,
nilai solidaritas, nilai kebersamaan dan nilai berorganisasi (Priyanto, 2002).
Manusia merupakan makluk individu dan sekaligus sebagai makluk
sosial. Sebagai makluk sosial manusia selalu hidup berkelompok dengan manusia
yang lain. Perilaku berkelompok (kolektif) pada diri manusia, juga dimiliki
oleh makluk hidup yang lain, seperti semut, lebah, burung bangau, rusa,
dansebagainya, tetapi terdapat perbedaan yang esensial antara perilaku kolektif
pada diri manusia dan perilaku kolektif pada binatang. Kehidupan berkelompok
(perilaku kolektif) binatang bersifat naluri, artinya sudah pembawaan dari
lahir, dengan demikian sifatnya statis yang terbentuk sebagai bawaan dari
lahir. Contoh bentuk rumah lebah, sejak dahulu sampai sekarang tidak ada
perubahan, demikian halnya dengan rumah semut dan hewan lainnya. Sebaliknya
perilaku kolektif manusia bersifat dinamis, berkembang, dan terjadi melalui
proses belajar (learning process).
Berkelompok dalam kehidupan manusia juga merupakan suatu
kebutuhan yang harus dipenuhi. Beberapa kebutuhan hidup manusia yang dapat
dipenuhi melalui kehidupan berkelompok antara lain: komunikasi, keamanan,
ketertiban, keadilan, kerjasama, dan untuk mendapatkan kesejahteraan. Kehidupan
berkelompok manusia tercermin dalam berbagai bentuk, mulai dari kelompok yang
terorganisir maupun yang tidak terorganisir.
Kehendak untuk hidup berkelompok pada diri manusia merupakan
suatu perilaku yang lahir secara spontan, relatif tidak terorganisasi, dan
hampir tidak diduga sebelumnya, proses kelanjutannya tidak terencana, dan hanya
tergantung kepada stimulasi timbal balik yang muncul dikalangan para pelakunya
(Horton, 1993). Terhadap pernyataan ini, sering ditemukan adanya pengelompokkan
manusia yang semula teratur dan tertib, tiba-tiba berubah tanpa rencana, tanpa
sebab, dan tanpa arah menjadi kerumunan yang menimbulkan kekacauan sosial dan
pengrusakan. Seperti kasus demonstrasi, suporter sepakbola, dan tawuran yang
sering terjadi di kalangan pelajar atau masyarakat baik di Indonesia maupun di
negara-negara diluar Indonesia.
Negara yang memanusiakan manusia, berarti negara ada dan
terbentuk agar manusia dapat mencapai kesempurnaan, yaitu kehidupan dalam
tingkat kebajikan yang paling tinggi yang sesuai dengan kodratnya. Melalui
negara dimaksudkan agar setiap warganya dapat meraih kesejahteraan material,
spiritual dan intelektual, sebagai perwujudan dari terwujudnya manusia seutuh
0 komentar:
Posting Komentar